Topik New,s | Mandailing Natal.
Proyek Preservasi Jalan Batas Kota Padang Sidempuan – Jembatan Merah – Imam Bonjol senilai Rp126 miliar yang dikerjakan oleh PT. JK kini menjadi sorotan publik. Proyek yang masuk dalam skema Multiyears Contract (MYC) dengan pendanaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tersebut diduga sarat masalah, mulai dari pengurangan volume aspal hingga penggunaan material tak berkualitas.
Proyek sepanjang 114,56 km ini berada di bawah tanggung jawab Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sumatera Utara, Kementerian PUPR, dengan masa pelaksanaan Tahun Anggaran 2021–2023, membentang di wilayah Kabupaten Mandailing Natal dan Kota Padang Sidempuan, hingga ke perbatasan Provinsi Sumatera Barat.
Sejumlah pihak menilai proyek ini dikerjakan asal jadi. Lembaga GARDA INDONESIA SATU, melalui perwakilannya Edy, menyatakan bahwa proyek yang melintasi tiga kabupaten/kota tersebut diduga kuat menggunakan material di bawah standar.
“Banyak laporan masyarakat yang kami terima, mulai dari kerusakan cepat, pengurangan volume aspal, hingga sistem pemadatan yang buruk. Kami menduga ada unsur kesengajaan yang berpotensi merugikan keuangan negara,” kata Edy kepada wartawan, Jumat (3/7/2025).
Aspal Diduga Dikorupsi
Hasil investigasi di lapangan menunjukkan adanya penurunan kepadatan aspal, diduga akibat pemadatan tidak sempurna, penyusutan saat pendinginan, serta rongga udara dalam campuran. Kondisi ini menyebabkan nilai VFA (Volume of Filled Asphalt) berada di bawah spesifikasi teknis, sehingga mempercepat kerusakan jalan.
Kondisi jalan nasional di ruas protokol Panyabungan sepanjang 40 km juga menuai keluhan. Masyarakat menilai proyek yang mencakup pemasangan batu, base A dan B, serta saluran drainase tidak memberi dampak signifikan terhadap kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan.
PPK Diduga Lalai
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) disebut menjadi pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban. Menurut Edy, PPK tetap menerima hasil pekerjaan meski diketahui tidak sesuai kontrak.
“Kalau pekerjaan belum sesuai spesifikasi, tapi tetap dilakukan serah terima (PHO), maka PPK bisa dikenai sanksi pidana sesuai UU Keuangan Negara. Ini bukan persoalan teknis semata, tapi masuk ranah hukum,” tegasnya.
Edy menambahkan, lemahnya pengawasan dan pelaksanaan proyek dengan nilai besar tersebut menimbulkan kecurigaan publik. Ia mendesak penegak hukum, termasuk KPK, turun tangan menyelidiki kejanggalan ini secara tuntas.
“Dengan nilai sebesar itu, masa hasilnya seperti tambal sulam? Ini sangat merugikan rakyat,” ujarnya.
Pihak Kementerian PUPR dan PT. JK hingga berita ini ditayangkan belum memberikan klarifikasi resmi.