BeritaNews

Simbol Perlawanan: Bendera One Piece Berkibar di Pengadilan Militer Medan

60
×

Simbol Perlawanan: Bendera One Piece Berkibar di Pengadilan Militer Medan

Sebarkan artikel ini

Medan, 6 Agustus 2025— Suasana tak biasa terlihat di depan Kantor Pengadilan Militer (Dilmil) I-02 Medan, Rabu (6/8/2025). Sebuah bendera hitam bertengkorak—ikon dari anime populer One Piece—berkibar di tengah aksi unjuk rasa yang digelar oleh Aliansi Rakyat Melawan Impunitas (ARMI).

Aksi demonstrasi ini merupakan bentuk protes terhadap dugaan impunitas yang terjadi dalam proses peradilan terhadap prajurit TNI yang terlibat dalam sejumlah kasus pembunuhan di Sumatera Utara. ARMI menyatakan bendera One Piece dikibarkan bukan sebagai simbol pemberontakan, melainkan lambang matinya keadilan di negeri ini.

“One Piece” sebagai Simbol Matinya Keadilan

Koordinator aksi, Andreas Sihombing dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, menyebutkan bahwa mereka sengaja mengusung bendera tersebut sebagai bentuk ekspresi atas keprihatinan mendalam terhadap sistem hukum di Indonesia, khususnya dalam penanganan perkara yang melibatkan anggota militer.

Baca Juga :  Wakapolres Samosir Bersama Forkopimda Ikuti Kick Off Gerakan Pangan Murah Polri

“Bendera One Piece ini kami kibarkan sebagai simbol dari kematian keadilan di Indonesia, terutama di Sumatera Utara,” kata Andreas. “Ini bukan makar. Ini adalah ekspresi publik atas hilangnya rasa keadilan di tengah masyarakat.”

Massa aksi yang mengenakan seragam serba hitam juga meneriakkan slogan-slogan keras tentang keadilan dan menyebut bahwa Dilmil I-02 Medan telah gagal memberi perlindungan hukum yang setara bagi seluruh warga negara.

Deretan Kasus yang Diprotes

Dalam aksinya, ARMI menyoroti setidaknya empat kasus kekerasan oleh prajurit TNI yang menewaskan warga sipil, beberapa di antaranya anak di bawah umur, namun berujung pada tuntutan atau vonis yang dinilai tidak mencerminkan keadilan.

  1. Kasus Penembakan MAF
    Dua prajurit TNI, Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Fransisko Manalu, hanya dituntut masing-masing 18 bulan dan satu tahun penjara atas penembakan seorang pelajar bernama MAF di Serdang Bedagai.

  2. Kasus Penganiayaan di Sunggal
    Seorang warga dilaporkan tewas setelah dianiaya prajurit TNI di Kecamatan Sunggal, namun penanganan hukumnya dinilai tidak serius.

  3. Penyerangan Warga di Sibiru-biru
    Praka Saut Maruli Siahaan dan Praka Dwi Maulana Kusuma—anggota Yon Armed-2/125 Kilap Sumagan—hanya divonis tujuh bulan 24 hari dan sembilan bulan penjara atas serangan yang menewaskan satu warga sipil dan melukai beberapa lainnya.

  4. Kematian MHS
    Seorang anak berinisial MHS meninggal dunia akibat penyiksaan pada Mei 2024. Terdakwanya, Sertu Riza Pahlivi, bahkan tidak ditahan hingga saat ini.

Baca Juga :  Jaksa Menyapa Kejati Sumut Ajak Masyarakat Ikut Aktif Melaporkan Perbuatan Korupsi

“Bayangkan, pelaku kekerasan yang menyebabkan kematian tidak ditahan. Apakah ini yang disebut hukum berkeadilan?” ucap Andreas dengan nada getir.

Baca Juga :  Prabowo Resmikan Kantor DPD Gerindra di Banten

Desakan Reformasi di Tubuh TNI

ARMI menilai bahwa institusi militer, termasuk sistem peradilannya, perlu dibenahi agar tidak menjadi alat impunitas. Mereka menuntut reformasi menyeluruh di tubuh TNI dan peradilan militernya, termasuk pembukaan akses pengawasan publik terhadap proses hukum yang dijalankan.

“Kalau keadilan hanya berpihak pada kekuasaan, maka yang tertindas akan terus menjadi korban,” tutup Andreas.

Aksi ini pun menjadi sorotan publik, bukan hanya karena benderanya yang tidak biasa, tapi juga karena pesan kuat yang disampaikan tentang ketidakadilan yang terus berulang.

(Zega)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *