MEDAN – Ketua Dewan Pakar Gerakan Nasional Patriot Pancasila (GNPP) Sumatera Utara, Anton Sihombing, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengusut proyek Pembangunan Baru Jaringan Perpipaan Distribusi Utama dan Reservoir Offtake Spam Regional Mebidang Tahun 2021/2022 senilai Rp200,4 miliar.
Proyek yang dikerjakan oleh Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya, dan Tata Ruang Provsu, sebelum tergabung menjadi Dinas PUPR Sumut, dinilai sarat dengan kejanggalan mulai dari proses pembebasan lahan hingga pelaksanaan fisik.
“Ini proyek besar yang wajib diawasi. KPK harus turun tangan mengusutnya, mulai dari anggaran pembangunan sampai ganti rugi lahan,” tegas Anton kepada wartawan di ruang tunggu PTSP Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Rabu (2/7/2025).
Menurutnya, proyek yang bersumber dari APBD Sumut tersebut mulai berkontrak pada Oktober 2021 dengan pelaksana PT BA dan konsultan perencana PT AP beralamat di Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Pekerjaan tersebut baru selesai pada Mei 2023.
Lebih jauh Anton memaparkan, proses pembebasan lahan untuk pembangunan Spam Regional Mebidang pada tahun 2017 juga menimbulkan tanda tanya besar. Melalui jasa konsultan penilai tanah KJPP MBPRU Cabang Medan, pemerintah melakukan negosiasi dengan ahli waris alm. Darjik dan Buras.
“Diduga harga ganti rugi lahan seluas 3,5 hektar itu jauh di atas NJOP. Padahal kondisi lahannya berupa persawahan sedalam dua meter, berlokasi di samping aliran Sungai Bederah, bahkan terdapat kandang kerbau milik warga,” bebernya.
Anton juga menyoroti perubahan desain pembangunan jaringan perpipaan yang semula membelok ke kanan namun kemudian diubah menjadi tegak lurus. Ia mempertanyakan apakah perubahan tersebut sudah mengantongi izin dari Balai Wilayah Sungai (BWS).
“Apakah sudah ada izin dari BWS atas perubahan itu? Jangan sampai pekerjaan berjalan tanpa dasar hukum yang jelas,” tegasnya.
Untuk itu, GNPP Sumut secara resmi meminta KPK mengusut dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek pembangunan Spam Regional Mebidang, termasuk proses pembebasan lahan yang merugikan keuangan negara.